Setelah Semusim, dan Semusim Lagi
Ini kisah tentang seorang gadis yang melancong jauh, mencari ayahnya. Pada hari-hari terakhir kelulusan sekolahnya sebelum masuk universitas, ia menghabiskan waktunya dalam suatu misi pencarian. Dia hampir berakhir di tempat yang membuat “orang-orang waras” merasa menjadi manusia paling beruntung di dunia: rumah sakit jiwa. Dia anak yang sangat menyukai sejarah. Kecintaannya pada sejarah membuatnya mempertanyakan asal-usul segala sesuatu, termasuk surat yang datang di kemudian hari.
Novel ini dibuka dengan kedatangan dua surat untuk si gadis. Satu dari universitas tentang penerimaannya. Satu lagi tentang orang yang mengaku sebagai ayahnya. Lewat petunjuk “Kota S” dan “J.J. Henry”, si gadis memulai pencarian itu. Ia menjumpai J.J. Henry — orang kepercayaan ayahnya di Kota S — dan anaknya, Muara. Seorang remaja yang baru sarjana, penyuka musik jazz, dan gemar mengajak si gadis jalan-jalan melihat situs sejarah, yoni dan lingga misalnya. Serta tetangga-tetangga yang kurang menarik perhatiannya, kecuali seorang perempuan paruh baya yang terus meyakini bahwa suaminya telah kembali ke dunia setelah kematiannya, menjelma ikan mas koki.
Perjalanan itu mengantarkan si gadis menjumpai kejadian-kejadian aneh dan misterius. Perkenalan dan interaksi dengan berbagai tokoh yang acak menyeretnya lebih dalam ke misi pencariannya, yang semakin ke belakang semakin memudarkan apa-apa yang menjadi tujuannya. Obsesinya akan sejarah digantikan dengan obsesi akan Muara. Klimaks-klimaks yang mustinya emosional dibungkus dengan bumbu kartun dan tokoh kocak lain yang terkesan lugu dan polos, seolah hendak mengelabui pembaca agar tak terlalu menerka lebih jauh kelanjutan cerita.
Perubahan obsesi itulah yang menjadi awal mula titik balik perubahan karakter si “Aku”. Sosok yang kemudian dilingkupi ketenangan, bergerak mendapati kebahagiaan, dan perlahan menjumpai kehampaan pada titik akhirnya. Obsesi akan sejarah yang digambarkan melalui penyajian-penyajian peristiwa dalam pelbagai lintasan waktu, seperti penertiban rambut gondrong, kilas balik tentang kopi, dan fragmen lain yang muncul di permulaan cerita mulai meluruh, diganti dengan obsesi pada sebuah hubungan yang meledak, meluap, dan ugal-ugalan.
Pada akhirnya, Andina tak pernah menyebut “Aku” dengan sebuah nama. Betapa pun rasional dan sikap tenang yang dimiliki si gadis lantas tak membuatnya cukup kuat di hadapan bahagia juga derita sebagai satu kesatuan. Manusia di hadapan obsesi terkadang menjadi begitu kuat, tak jarang pula menjadi begitu rapuh. Tak peduli orang menggebu-gebu mengamini adagium Sartre: orang lain adalah neraka, kita tetap perlu bantuan dan uluran tangan mereka. Kesepian itu hal yang sepatutnya dihindari sekalipun hal itu memberi keleluasaan, juga kebebasan. Jika kamu menggali sumur sedalam tiga ribu meter dan kamu hanya mendapati kegelapan di dalamnya, percayalah. Kesepian lebih dari itu.
Tegal, 2 November 2024
Data Buku
Judul: Semusim, dan Semusim Lagi
Penulis: Andina Dwifatma
Penerbit: Gramedia
Tahun: Cetakan kedua, 2022
Tebal: 240 halaman